Beberapa kali iseng melihat ke arahmu, beberapa kali melihat kamu juga menengok ke arahku. Sama sama tidak tersenyum, diam, melanjutkan cerita dengan orang di sebelah masing-masing, dan memalingkan wajah. Aku lupa kapan pertama kali bicara langsung denganmu. Yang aku ingat, sekitar jam 9 malam di hari selasa di depan gedung yang hampir tutup, aku dan temanku, kamu dan temanmu, kita mengeluh bersama. Itu mungkin yang aku ingat pertama kali punya interaksi langsung berhadapan denganmu. Waktu berlalu, tak bertemu lagi beberapa minggu, sebelum itu aku ingat kita sempat berfoto bersama -bersama yang lainnya juga- di bawah kaktus besar -kita masih hanya sama sama tahu nama dan bentuk-. Aku sibuk merekrut dan merapikan tumpukan kertas di meja, kamu juga sibuk dengan kesibukanmu -yang aku tidak tahu-
Hingga suatu siang, aku yang mulai hilang akal dan kehabisan stock dalam merekrut, iseng menyebarkan info lowongan ke beberapa grup yang ada di kontak whatsap. Beberapa saat kemudian ada notifikasi masuk, sebuah nomer yang tak dikenal. Aku ingat waktu itu hanya ada gambar kecil di pojok kanan, foto dua anak kecil. (Aku belum menyimpan nomermu waktu itu). Entah bagaimana ceritanya aku tau itu nomermu. Berbincang sebentar seputar lowongan itu, yang berakhir dengan CV temannya masuk ke emailku. Sudah. Aku lupa kali selanjutnya mengobrol agak panjang denganmu, dan diakhiri kamu tidak membalas lagi. Sudah. Kehidupan berjalan biasa, karna libur kuliah aku lebih sering menghabiskan waktu di kantor sampai malam, pergi makan, nonton, atau sekedar minum santai dengan Desty di hari Jumat malam. Kamu? Aku tak tahu.
Di bulan dua, aku tetap sibuk - kamu? aku masih tidak tahu. Kita bertemu lagi. Masih biasa. Suatu malam entah bagaimana, kita pulang bersama. Yang kuingat kamu menceritakan ketertarikanmu akan satu acara musik lalu kamu bertanya "nonton bareng yuk" Aku diam lalu hanya bilang "boleh kapan sih emang?" Aku tahu ini obrolan basa basi menghindari awkward moment. . . . Dan berlanjut beberapa kali aku mengikutimu pulang. Bercerita apapun yang terlintas di kepala. Masih biasa, karna waktu itu aku masih bersenang-senang bermain-main dengan satu orang sosok dewasa yang sibuk memenuhi kepala sepanjang hari.
Percakapan whatsap kembali lagi -kali ini seputar beban suatu project yang sama sama kita tanggung- kali ini berakhir random dengan balas membalas bukan kata-kata tapi hanya emote (?) lalu bertukar info yang berhubungan dengan project, diselingi imajinasi bodoh. Iseng suatu siang aku mencari namamu di sebuah sosial media -oh, kamu sepertinya sedang menjalin hubungan dengan seseorang-
Tak lama dari siang itu, aku mengikuti kamu dan temanmu makan malam bersama untuk perayaan. Tak sengaja temanmu dan kamu membahas -oh, kamu baru mengakhiri hubunganmu- Temanmu bertanya, apa kamu baik-baik saja? Kamu bilang iya. Sepanjang jalan kamu mengajakku bernyanyi, katamu lagu apa saja, bermain sambung lagu. Selanjutnya percakapan melalui whatsap menjadi agak lebih sering, isinya sama -brainless conversation-
Sejak itu aku mulai bercerita tentangmu ke salah satu teman terdekatku, meminta pendapatnya. Aku tak berekspektasi apapun, membiarkannya. -isi kepala mengenai pria dewasa itu tanpa sadar memudar, hampir satu bulan tak ada komunikasi, hanya sesekali berkabar satu sama lain, karna pria itu memiliki project di luar pulau- temanku bilang, dinikmati saja dulu kalau tidak merugikanku, kalau itu positif. Tanpa sadar aku mulai sering menunggu namamu muncul di layar hpku, tersenyum di sela waktu kerja karna obrolan bodoh tak ada arah. Pria dewasa kembali pulang, bertemu suatu pagi dan kemudian makan siang bersama -dari situ aku sadar, pria itu mulai hilang di kepala- bicara dengannya tidak menimbulkan efek meletus meletus di perut seperti beberapa bulan sebelumnya. Aku terus menanamkan di kepalaku. Aku tidak ada apa apa denganmu, teman, teman, teman. Manage your expectation, Jangan berekspektasi apapun. Tidak boleh. Dan terus begitu.
Cerita whatsap masih berlanjut, masih tanpa sadar menunggu namamu muncul, beberapa kali kamu yang mengakhiri percakapan. Aku tetap masih menyibukan diri. Percakapan dimulai lagi. Berakhir. Mulai dan Berakhir. Aku masih memagari kepala untuk jangan berekspektasi dan menikmati punya teman bicara baru -diam diam secara sadar aku penasaran-
*harusnya tidak perlu penasaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar